Sabtu, 15 Januari 2011

AGAMA ISLAM

Yang Membatalkan sahadat
Sebagian masyarakat kita lebih senang kalau pengajian membahas tentang hal keutamaan-keutamaan. Semisal pengajian yang membahas tentang keutamaan puasa, keutamaan sodaqoh, keutamaan membaca al fatihah, keutamaan amal dll. Dimana hal tersebut sudah bagus karena pengajian yang membahas tentang keutamaan akan bisa memotivasi seseorang untuk senantiasa beramal. Namun hal tersebut tidaklah cukup, karena memahami Islam dari sisi keutamaan-nya saja merupakan aspek yang lain. Dikhawatirkan sebagian manusia mengira Islam-nya benar, namun pada dasarnya apa yang sudah dikerjakan-nya tidak mendapatkan apa-apa dikarenakan tidak mengetahui hukum yang membatalkannya. Sehingga dengan mengetahui hal-hal yang membatalkan syahadat akan menjadikan kita senantiasa menjaga syahadat kita agar tidak batal.
Terdapat sebuah hadits yang berbunyi “Barang siapa yang membaca syahadat, maka dia akan masuk surga”. Dalam mengartikan-nya, sebagian orang yang berbuat maksiat akan merasa optimis dirinya akan masuk surga, dengan alasan bahwa dia telah mengucapkan 2 kalimat syahadat. Kalimat syahadat bukan cuman sekedar ucapan. Namun terdapat konsekuensi yang harus kita lakukan agar amalan-amalan yang sudah kita kerjakan dapat diterima oleh Allah SWT.
Berikut adalah hal-hal yang merusak syahadat yang berarti merusak keimanan :

1. Syirik

Siapapun yang menyekutukan Allah atau menyamakan Allah dengan yang lain, maka syahadat-nya batal.
Sebuah Firman Allah SWT dalam surat Azzumar ayat 65-66 :
Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi. Karena itu, hendaklah Allah saja yang engkau sembah, dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur”.
Beberapa perbuatan Syirik adalah :
• Ruqyah/Jampi-jampi yang bertentangan dengan Alquran dan Sunnah
• Menggunakan dan minta bantuan Jin. Karena jin dan setan memberikan bantuan kepada manusia pasti ada imbalan-nya. Dan hal tersebut sering menjurus kepada syirik.
• Meramal. Contohnya adalah meramal garis tangan, meramal jodoh, meramal tentang kenaikan jabatan dll.
• Percaya kepada dukun.
• Mengambil berkah dari kuburan-kuburan. Melakukan ziarah kubur bukan untuk mengingat kematian namun memohon bantuan bukan kepada Allah SWT.
• Minta tolong kepada orang mati.
• Sumpah dengan selain Allah.
2. Beribadah selain kepada Allah SWT

Siapapun yang beribadah selain Allah, beribadah kepada berhala, beribadah kepada manusia maka syahadatnya batal
Surat Az Zariyat ayat 56 :
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku
Dimana beribadah bukan hanya dalam bentuk sholat saja namun dengan mengikuti dan menjauhi larangan adalah bentuk sebuah ibadah.
3. Berhukum selain kepada Allah SWT

Dalam menjalani kehidupan pasti akan muncul permasalahan-permasalahan dimana untuk menyelesaikan-nya harus ada yg menghukumi. Bagaimana pengaturan tentang warisan, hukum berpolitik. Maka hendaklah kita harus senantiasa berhukum kepada Allah SWT.
Surat An Nisa’ ayat 59 :
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
4. Memberikan hak memerintah dan melarang kepada selain Allah SWT

Adanya perintah dan larangan adalah mutlak hak Allah SWT. Ketika hak tersebut diambil alih oleh seseorang maka batatlah syhadatnya tersebut. Seorang Rasul/Nabi memerintahkan dan melarang adalah atas perintah Allah SWT. Oleh karena itu dalam kehidupan kita larangan dan perintah jangan sampai bertentangan dengan aturan Allah SWT.



5. Taat kepada selain Allah SWT dengan tanpa mendapatkan ijin dari Allah SWT
Bentuk ketaatan manusia dapat berupa taat kepada orang tua, taat kepada suami, taat kepada pemimpinnya, atau taat kepada guru. Namun ketika ketaatan itu tidak mendapat ijin dari Allah maka ketaatan tersebut tidak diperbolehkan.


Syarat Diterimanya Syahadat

Melihat makna syahadat di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata syahadat bukanlah merupakan hal sepele yang ringan diucapkan oleh lisan. Namun syahadat memiliki konsekwensi yang demikian besarnya di hadapan Allah SWT. Oleh karena itulah, kita melihat para sahabat Rasulullah SAW yang langsung memiliki perubahan yang besar dalam diri mereka, setelah mengucapkan kalimat tersebut.
Berkenaan dengan hal ini, kita perlu melihat sejauh mana batasan-batasan yang dapat menjadikan syahadat kita dapat diterima oleh Allah SWT. Para ulama memberikan beberapa batasan, agar syahadat seseorang dapat diterima. Diantaranya adalah:
1. (العلم المنافي للجهل) Didasari dengan ilmu.
Yaitu (pengetahuan) tentang makna yang dikandung dalam syahadat, dengan pengetahuan yang menghilangkan rasa ketidaktahuan tentang syahadat yang akan diucapkannya itu. Allah berfirman (QS. 47 : 19) :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu�min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”

2. (اليقين المنافي للشك) Didasari dengan keyakinan
Artinya seseorang ketika mengucapkan syahadat, tidak hanya sekedar didasari rasa tahu bahwa tiada tuhan selain Allah, namun rasa ‘tahu’ tersebut harus menjadi sebuah keyakinan dalam dirinya bahwa memang benar-benar hanya Allah Rab semesta alam. Allah berfirman (QS. 49 : 15):
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”



3. (الإخلاص المنافي للشرك) Didasari dengan keikhlasan

Keyakinan mengenai keesaan Allah itupun harus dilandasi dengan keikhlasan dalam hatinya bahwa hanya Allah lah yang ia jadikan sebagai Rab, tiada sekutu, tiada sesuatu apapun yang dapat menyamainya dalam hatinya. Keiklasana seperti ini akan menghilangkan rasa syirik kepada sesuatu apapun juga. Allah berfirman (QS. 98 : 5):
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

4. (الصدق المنافي للكذب) Didasari dengan kejujuran

Persaksian itu juga harus dilandasi dengan kejujuran, artinya apa yang diucapkannya oleh lisannya itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya. Karena jika lisannya mengucapkan syahadat, kemudian hatinya meyakini sesuatu yang lain atau bertentangan dengan syahadat itu, maka ini merupakan sifat munafik. Allah berfirman (QS. 2 : 8 – 9):
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ* يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ*
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”

5. (المحبة المنافية للبغض والكراهة) Didasari dengan rasa cinta/ keridhaan

Maknanya adalah bahwa seseorang harus memiliki rasa kecintaan kepada Allah SWTdalam bersyahadat. Karena dengan adanya rasa cinta ini, akan dapat menghilangkan rasa kebencian kepada Allah dan al-Islam. Allah SWT berfirman (QS. 2 : 165):
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

6. (القبول المنافي للرد) Didasari dengan rasa penerimaan

Syahadat yang diucapkan juga harus diiringi dengan rasa penerimaan terhadap segala makna yang terkandung di dalamnya, yang sekaligus akan menghilangkan rasa “ketidak penerimaan” terhadap makna yang dikandung syahadat tersebut. Allah berfirman (QS. 33 : 36):
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu�min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu�min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

7. (الإنقياد المنافي للإمتناع والترك وعدم العمل)

Didasari dengan rasa kepatuhan (terhadap konsekwensi syahadat).
Terakhir adalah bahwa syahadat memiliki konsekwensi dalam segala aspek kehidupan seorang muslim. Oleh karenanya seorang muslim harus patuh terhadap segala konseksensi yang ada, yang sekaligus menghilangkan rasa ‘ketidakpatuhan’ serta keengganan untuk tidak melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah dan Rasulullah SAW. Allah berfirman (QS. 24 : 51):
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu�min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar