Sabtu, 15 Januari 2011

PSIKOLOGI ABNORMAL

STRESS

Stres merupakan perbedaan antara harapan dengan kenyataan. Hidup akan terasa lebih menyenangkan, bila semua keinginan dan kebutuhan fisiologis maupun psikologis terpenuhi. Perjalanan hidup manusia lebih sering menemui berbagai macam hambatan, tidak hanya berasal dari dirinya sendiri, tapi juga lingkungan. Hambatan-hambatan tersebut sering memicu seseorang ke dalam situasi stres.

A. Definisi Stres
Stres dari kamus Bahasa Inggris Indonesia (Echols dan Shadily, tt) memiliki arti ketegangan atau tekanan. Kata stres lebih populer dibandingkan kata tegang atau tertekan. lstilah stress secara historis digunakan untuk tuntutan penyesuaian pada organisme dan respon organisme terhadap tuntutan tersebut. Pernyataan dari Selye (1930) bahwa stress adalah respon terhadap kondisi-kondisi lingkungan, yang dialami oleh individu dirasa tidak nyaman karena ditandai berbagai hal seperti: kejengkelan, emosi, rusaknya penampilan atau unjuk kerja; atau peruhahan-perubahan fisiologis seperti rneningkatnya konduktansi kulit atau meningkatnya hormon-hormon tertentu.
Stres memiliki tiga bagian yang saling berkait yaitu pertama, stresor atau pemicu stres atau dapat dikatakan tuntutan untuk melakukan penyesuaian. Bagian kedua adalah orang yang mengalami stres. Bagian ketiga adalah transaksi hubungan orang yang mengalami stress dengan sumber dari penyebab stressor.
Orang-orang yang memiliki stres psikososial mudah goyah dan panik. Individu yang menanggapi stress dari lingkungan yang bersifat mengancam, menekan, dan mengguncangkan kebutuhan individu di sebut dengan stres. Stres merupakan reaksi mental dan fisik manusia yang tidak spesifik terhadap stressor dari luar.

B. Sumber-sumber Stres
1. Sumber Stres Internal dan Eksternal
Ada bermacam-macam faktor yang bisa menjadi sumber stres. Sumber stres bisa berasal internal maupun eksternal. Stres internal misalnya: ujian akhir, mencari pekerjaan, bertemu calon pasangan hidup, membangun hidup baru, menderita sakit atau peristiwa yang dianggap penting oleh individu. Stres eksternal, misalnya patah cinta, keluarga dekat meninggal, mendapatkan anggota keluarga baru, saudara sakit berat. Bisa juga karena pengaruh lingkungan seperti: lingkungan tempat tinggal yang kumuh, gaduh atau sesak; juga pengaruh lingkungan kerja seperti kerja yang terlalu berat, suasana tempat kerja yang penuh konflik dengan atasan, rekan sekerja atau bawahan.
Sumber stres yang lebih nyata dan bersifat eksternal, misalnya stres yang berasal dari bencana alam, krisis ekonomi, peperangan, perubahan ritme hidup yang tidak menyenangkan. Semua sumber stres tersebut, jika dipandang merupakan sumber stres yang bersifat dari luar dan sumber stress tersebut dapat dipahami sebagai stimulus (rangsangan).

2. Sumber stres yang timbul, adanya hambatan

a. Frustasi. Frustasi akan muncul bila ada motivasi yang terhalang, karena adanva hambatan untuk tercapainya tujuan atau pencapaian tujuan tidak tepat; misalnya, laki-laki dilarang untuk pergi karena hendak pacaran. Frustasi diakibatkan oleb keterbatasan individu dan kesalahan-kesalahan yang mungkin menekan individu, karena hal itu memungkinkan tenjadinya penurunan nilai harga diri. Beberapa jenis frustasi ringan dapat dijumpai pada kehidupan sehari-hari seperti, hujan turun pada saat akan pergi piknik, buku yang hilang, lupa menaruh kunci. Hambatan fisik dapat terjadi, seperti individu menjadi kurang kompeten, tidak mampu mengontrol diri, sering mengalami lupa. Hal-hal tersebut dapat menjadi sumber penyebab terjadinya keterbatasan diri. Frustasi juga sering muncul secara psikologis dalam bentuk pengendalian etis dan moral.

b. Konflik. Elemen dasar konflik adalah frustasi yang timbul karena dipilihnya suatu alternatif tertentu. Konflik dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:
1) Konflik yang bersifat ragu-ragu. Merasa harus melakukan sesuatu, namun di sisi lain merasa tidak harus melakukan tindakan tersebut. Individu yang berkeinginan tidak melakukan tindakan tersebut, dapat merasa cemas akan ada hukuman dan gangguan di masa datang.
2) Konflik yang berpusat. Konflik ini terjadi pada dua tujuan yang sama-sama harus dilakukan, namun bila salah satu dilakukan dapat menimbulkan masalah pada bagian yang lain. Misalnya seseorang harus menghadapi masalah antara tugas dengan keinginan, loyalitas terhadap atasan atau istri.
3) Konflik kontradiksi atau bertentangan. Konflik ini bisa disamakan dengan ungkapan seperti ‘makan buah simalakama: dimakan kakak mati, tidak dimakan adik mati’. Pemilihan pada dua situasi yang tidak menyenangkan, yang memilih salah satu dapat mengakibatkan celaka pada pilihan yang lain. Akibatnya individu yang bersangkutan menjadi bingung, merasa bersalah, tidak berdaya dan terpojok.

c. Desakan
Stres bisa timbul bukan hanya karena frustasi atau konflik, tapi juga karena adanya desakan untuk mencapai tujuan tertentu. Desakan ini berasal luar individu atau bisa juga dari dalam individu. Pada umumnya desakan memicu orang untuk bangkit lebih intensif atau memilih arah dan tingkah laku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Berbagai desakan yang sangat serius dapat melemahkan kemampuan menyesuaikan diri dan bisa menyebabkan tekanan yang parah. Stres yang berlebihan mengakibatkan kekacauan pengaturan tingkah laku.

C. Respon terhadap Sumber Tekanan
Setiap individu berbeda di dalam merespon bermacam-macam tekanan. Hal ini disebabkan perbedaan cara mempersepsi dan menginterpretasikan tekanan yang ada. Beberapa respon yang umumnya muncul adalah respon terhadap fisiologis seseorang, emosi dan perilaku.
1. Dampak Respon fisiologis, seperti: sakit kepala, tidur tidak teratur (susah tidur), perubahan selera makan, gatal-gatal pada kulit, urat tegang terutama pada leher dan bahu, keringat berlebihan, lelah atau kehilangan daya energi.


2. Respon Emosional, terdapat tiga gejala emosional yang sering muncul yaitu:
a. Bentuk reaksi marah merupakan reaksi agresif seseorang untuk menghilangkan hambatan-hambatan terhadap tujuan secara bertahap. Rasa marah bisa mengarah ke rasa permusuhan, dengan kecenderungan merusak, melukai atau menyakiti orang yang dianggap sumber stres.
b. Takut dapat timbul karena adanya bahaya dan mengakibatkan tingkah laku penarikan diri atau menghindar.
c. Cemas merupakan pemicu yang muncul adalah perasaan yang benar-benar membuat takut tanpa ada kejelasan sumber bahaya yang nyata.

3. Respon Kognitif. Stres berdampak pada kinerja intelektual antara lain: susah konsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan, kehilangan rasa humor, produktifitas/prestasi kerja menurun dan mutu kerja rendah.

Berbagai kondisi stres dapat berdampak pada perilaku motorik berbentuk seperti yang diuraikan berikut ini:
a) Gejala permulaan berupa ‘terpaku’ (daze) dan gejala-gejala yang dapat terlihat seperti: depresi, kemarahan, kecemasan, perilaku overaktif dan penarikan diri. Hanya saja gejala-gejala tersebut tidak mendominasi gambaran klinis dalam waktu yang lama.
b) Pada kasus-kasus di mana sumber stres dapat dialihkan atau individu dipindahkan dari lingkungan di mana di mana ia mendapat stres, maka gejala-gejala dapat menghilang relatif cepat. Bila individu tidak dapat dialihkan atau dipindahkan dari stres, gejala-gejala mereda setelah 24-48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

D. Faktor-faktor Fisik untuk Mencegah Dampak Stres
Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap sumber stres. Dimensi stres seperti: berat ringan stres, pola kepribadian, dukungan pada individu berpengaruh pada kerentanan individu dan kemampuan penyesuaian diri terhadap stres yang didapat. Berbagai dimensi stres yang berdampak negatif terhadap individu, faktor genetik juga berpengaruh. Individu yang memiliki garis keturunan mengalami gangguan mental, seperti schizoprenia, stres yang terjadi pada dirinya dapat menjadi pemicu gangguan jiwa. Meskipun genetika tidak semata-mata sebagai penentu pasti tidaknya seseorang mengalami gangguan jiwa, faktor-faktor fisik tentu mempengaruhi timbulnya stres yang terjadi. Pengaruh stress meningkat, karena lemahnya kemampuan kognitif individu dan bisa ditengahi oleh faktor fisik dalam menyesuaikan diri. Fakton-faktor itu adalah: harapan untuk kemajuan diri, daya tahan fisik, rasa humor, keseriusan di dalam mencapai tujuan versus ketidakseriusan, kemampuan memprediksi dan dukungan sosial.

1. Harapan untuk kemajuan diri
Salah satu pencegah dampak stres adalah harapan pada dirinya untuk dapat maju. Individu merasa mempunyai kemampuan untuk menghadapi pengaruh dan perubahan perkembangan selanjutnya. Individu akan lebih bisa menanggulangi stress, jika mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menghadapi sumber stres.

2. Daya tahan fisik
Terdapat 3 hal yang menjadi kunci daya tahan fisik adalah komitmen, peluang dan kontrol diri.
a. Komitmen dapat diartikan sebagai keteguhan terhadap tujuan. Fokus pada tujuan menjadi penting, karena adanya kejelasan pada apa yang hendak ditempuh.
b. Kontrol diri. Merupakan tindakan bersabar, agar kesempatan muncul dengan tepat. Kontrol diri termasuk bersabar untuk melakukan latihan secara terus menerus.
c. Peluang merupakan kesempatan yang selalu muncul. Kesempatan mengarah pada kontrol diri, dan komitmen untuk selalu mengasah kemampuan atau berlatih. Kesabaran, berlatih dan memanfaatkan peluang ketika datang, merupakan sesuatu yang saling berkait.

3. Rasa Humor
Tidak jarang daya tahan fisik menimbulkan rasa bosan dan kejenuhan yang tinggi. Rasa bosan dan kejenuhan dalam menimbulkan rasa tertekan atau stres. Rasa stres tersebut dapat mengurangi komitmen, kontrol diri, dan peluang yang timbul. untuk mengurangi rasa bosan dan jenuh dapat dialihkan pada rasa humor, yang merupakan menahan dan mengurangi rasa stres. Individu yang memiliki rasa humor yang tinggi cenderung untuk berperilaku positif, daripada yang rasa humor kurang.

4. Keseriusan dan ketidakseriusan mencapai tujuan
Keseriusan dan ketidakseriusan merupakan sisi mata uang. Keduanya dapat beralih dari satu sisi ke sisi yang lain. Individu dapat tidak serius, ketika tujuan yang hendak dicapai tidak memberikan sesuai dengan harapannya. Sebaliknya keseriusan dapat berkembang, ketika individu menganggap suatu tujuan menjadi sangat penting karena ada hadiah yang dianggapnya luar biasa. Keseriusan dan ketidakseriusan berkaitan dengan tekad individu untuk mencapai tujuan, meski kegagalan menghadang. Kegagalan menjadi saringan atau filter, sejauh mana individu bersiap menanggapi resiko atau konsekuensi yang mungkin terjadi.

5. Kemampuan membuat perkiraan
Individu yang sudah memperkirakan serangan dan intensitas dari penyebab stres, individu akan dapat mengurangi kesusahan yang mungkin akan timbul. Kemampuan untuk memprediksi membuat individu mampu menahan diri dan juga mempunyai cara tersendiri di dalam menghadapinya tanpa harus lari menghindar dari hal-hal yang membuat stres.

E. Pola-pola Penanggulangan Stres
Ada dua pola penanggulangan stres, pertama reaksi berorientasi tugas dan reaksi berorientasi bertahan.
1. Reaksi berorientasi tugas
Reaksi ini muncul ketika seseorang merasa mampu untuk mengatasi suatu situasi stress dan cenderung didasarkan pada penilalan situasi obyektif, cenderung untuk rasional dan konstruktif, serta cenderung untuk terarah dengan sadar.

a. Reaksi-reaksi dari berorientasi tugas berupa :
1) Pola penyerangan
Individu mencoba untuk memindahkan atau mengatasi rintangan yang menghambat tujuannya. Pola ini sebagai stimulus bagi individu untuk cenderung meningkatkan aktifitas dan variasi model serangan, ketika rintangan dihadapi dan dicoba untuk dihadapi. Tingkah laku serangan biasanya merupakan tindakan yang konstruktif, jika sesuai dengan situasi dan individunya. Tingkah laku serangan juga bisa merupakan tindakan yang destruktif, bila mengarah pada tingkah laku menyalahkan diri sendiri dan individu merasa dicela secara sosial.
2) Pola penarikan diri
Bentuk tingkah laku ini dapat secara fisik dapat diibaratkan, yaitu misalnya, menarik tangan atau kaki dari benda-benda panas atau stimulus yang menyakitkan. Hanya saja pola penarikan diri secara psikologis, seperti menerima kekalahan, menghindar dari tipe-tipe tuntutan untuk penyesuaian dan mengurangi keterlibatan emosionalnya pada situasi yang dianggap merugikan dan menjadi apatis.
Pola penyerangan membantu individu untuk mengatasi rintangan dan meraih tujuan yang sesuai dengan perjuangan. Pola penarikan diri bermanfaat untuk memindahkan organisme dari situasi yang berbahaya yang tidak dapat di atasi. Mereka menghindar, tetapi hal ini bukan berarti kalah.
3) Compromise
Karena sebagian besar situasi tidak dapar di atasi dengan sukses, baik dengan attack maupun withdrawal, biasanya menjadi perlu untuk menentukan beberapa macam cara pemecahan compromise. Pendekatan ini dapat memerlukan perubahan metoda oprasional seseorang, penerimaan tujuan-tujuan pengganti, atau penentuan beberapa cara penyesuaian diri di mana di dalamnva seseorang bersedia menerima bagian dari apa yang diinginkannya.

Ketiga bentuk reaksi task-oriented ini meliputi langkah-langkah dasar yang sama, yaitu:
1. mendefinisikan masalah
2. menentukan cara-cara pemecahan alternatif dan memutuskan rangkaian tindakan yang tepat.
3. Mengambil tindakan dan mengevaluasi feedback.

Reaksi-reaksi defense-oriented
Reaksi ini dilakukan jika individu merasa benar-benar terancam oleh situasi stress, tingkah laku ini terarah terutama pada perlindungan diri dari penurunan dan terarah pada penurunan kecenderungan dan ketegangan yang menyakitkan.
Ketika menghadapi stress yang berat individu menghadapi dua masalah.
1. Memenuhi tuntutan-tuntutan adjustif.
2. Melindungi diri sendiri dari disorganisasi psikologis.

Tingkah laku defense-oriented dipusatkan pada masalah kedua, yaitu penggunaan pola-pola penanggulangan (coping) untuk mengurangi kecemasan atau ketegangan emosional yang tidak enak untuk mencegah self-devaluation. Dengan kata lain reaksi defense-oriented ini dirancang untuk menjaga atau memelihara integrasi psikologis dan keadaan-keadaan yang mantap (steady).

Ada tiga reaksi defense-oriented yang berbeda, yaitu:
1. tipe yang terdiri dart sekelompok respon, seperti menangis dan pembicaraan yang diulang-ulang, yang berfungsi sebagai mekanisme psikologis untuk perbaikan kerusakan.
2. Tipe yang tersusun oleh reaksi “ego” atau "self defense” seperti rasionalisasi dan menyangkal yang berfungsi untuk menjaga self dari devaluasi dan sakit.
3. Tipe yang dimanifestasikan oleh ketergantunga individu akan obat (drugs) untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan

Di dalam defense oriented di atas, terdapat pola lain di dalam menanggulangi stress yaitu dengan mekanisme pertahanan diri, yang dapat melindungi individu baik dari ancaman yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam. Cara-cara yang digunakan dalam mekanisme pertahanan diri ini dapat berbentuk:
• Menyangkal, merubah dan/atau membatasi pengalaman individu.
• Mengurangi keterlibatan emosional dan self.
• Meniadakan ancaman atau kerusakan.
Mekanisme pertahanan diri ini merupakan ajaran dari Sigmund Freud, dan dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh semua individu dalam rangka untuk menanggulangi stress yang bisa menyerang setiap individu kapanpun dan dimanapun. Tetapi reaksi defense oriented ini bisa bersifat patologis jika reaksi-reaksi atau cara-cara pemecahan yang diutamakan untuk menyesuaikan justru mengganggu dengan serius pemenuhan tuntutan ajustif.

Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut adalah
1. Menyangkal realitas (denial of reality)
Merupakan mekanisme pertahanan yang paling sederhana dan primitif, yaitu suatu usaha untuk menutupi realita yang tidak diinginkan dengan mengabaikan atau menolak untuk mengakui pengalaman itu. Bentuk tingkah lakunya dapat berupa:
• menolak penglihatan yang tidak menyenangkan
• menolak membahas topik yang tidak menyenangkan
• pingsan ketika dihadapkan pada situasi traumatis
• mengabaikan atau menolak kritik
• menjadi sangat asyik dengan pekerjaan sehingga tidak mempunyai waktu untuk mengatasi masalah-masalah lain.

2. Fantasi
Dalarn hal ini individu mencapai tujuannya dan memenuhi kebutuhannya dalam imajinasinya. Fantasi mempunyai dua bentuk umum:
• Conquering hero (pahlawan yang menang)
Dimana individu menggambarkan dirinya sebagai orang yang berhasil, seorang yang menampilkan prestasi yang mengagumkan, dan memperoleh semua kebanggaan yang ada.
• Suffering hero (pahlawan yang menderita)
Individu mengimajinasikan dirinya mengalami penderitaan oleh rintangan atau hukuman yang dahsyat atau karena ketidakadilan.

Melarikan din dari stress kehidupan sehari-hari dalam dunia fantasi untuk sementara waktu seringkali membantu dalam menambah sedikit perangsang pada kehidupan. Tetapi fantasi menjadi maladaptif jika pencapaian khayalan disubstitusikan ke dalam kehidupan nyata

3. Represi
Suatu mekanisme pertahanan dengan menghilangkan yang, mengancam atau menyakitkan dari kesadaran (forgetting). Walaupun materi yang direpres itu ditolak kesadaran, materi itu tidak benar-benar dilupakan, sehingga bisa dibawa kembali ke dalam kesadaran antara lain melalui hipnotis. Represi dapat menolong individu untuk mengontrol keinginan-keinginan yang membahayakan dan tidak sesuai. Represi dapat menutup pengalarnan stress yang dapat diatasi dengan lebih baik dengan menghadapi dan menyelesaikan melalui situasi secara realistis.

4. Rasionalisasi
Mernpunyai 2 nilai defensif utama, yakni
a. Rasionalisasi membantu individu untuk memberikan alasan bagi tingkah lakunya.
b. Rasionalisasi membantu di dalam melunakkan hubungan yang tidak memuaskan dengan tujuan-tuiuan yang tidak dapat dicapai.
Rasionalisasi meliputi penemuan alasan-alasan yang logis diterima secara sosial bagi tingkah laku yang lalu, sekarang atau juga yang akan datang. Rasionalisasi juga digunakan untuk memperlunak kekecewaan akan terhalangnya keinginan-keinginan. Tingkah laku yang umumnya menunjukkan rasionalisasi adalah:
a. Mencari alasan untuk membenarkan suatu tingkah laku atau keyakinan seseorang.
b. Tidak dapat mengenali atau mengetahui bukti-bukti yang tidak sesuai atau kontradiksi
c. Menjadi marah ketika alasan ini dipertanyakan.

Walaupun rasionalisasi rnerupakaa reaksi defense yang penting dalam membantu individu rnenghindari frustasi yang tidak perlu dan menjaga kecukupan dan sejahtera, rasionalisasi juga memerlukan suatu harga dalam self deception (penipuan diri).

5. Proyeksi
Merupakan reaksi defensif dimana seorang individu:
- menempatkan kesalahannya, kekurangannva, dan kelakuan dirinya pada orang lain.
- Menghubungkan impuls-impuls yang tidak dapat diterima dan keinginan-keinginannya yang juga tidak dapat diterima oleh orang lain. Misalnya, murid yang tidak lulus akan mengatakan bahwa gurunya sentimen kepadanya. Memindahkan objek yang tidak hidup dapat menjadi sasaran pelemparan kesalahan ini.

6. Reaksi F ormasi
Kadang-kadang individu melindungi dirinya dari keinginan yang membahayakan tidak hanya merepresnya tapi secara aktual dengan mengembangkan pola-pola sikap dan tingkah laku sadar yang benar-benar berlawanan. Misalnya, individu itu menyernbunyikan rasa bencinva dengan muka yang manis, kekejaman dengan kebaikan hati atau nafsu seksual bersetubuh dengan tingkah laku dan sikap seksual yang moral. Pada tingkat sederhana reaksi formasi diilustrasikan dengan cerita seorang gadis tua yang selalu melihat kolong tempat tidurnya karena takut seorang laki-laki bersembunyi di sana, setiap malam.
Reaksi formasi, seperti represi, dapat mempunyai nilai adjustif dalam membantu individu untuk memelihara tingkah laku yang diterima secara sosial dan menghindari keinginan (nafsu) yang dipandangnya berbahaya. Tetapi karena mekanisme ini, juga berarti self-deceptive (menipu diri) dan tidak tunduk pada kontrol kesadaran, reaksi formasi ini sering berakibat menghasilkan rasa takut dan kepercayaan yang berlebihan dan kaku yang dapat mengganggu reaksi ajustif seseorang dan mengarah pada kekerasan yang berlebihan dalam menanggulangi penyelewengan orang lain.

BEBERAPA JENIS STRESSOR YANG HARUS DIHINDARI
Sebenarnya stress bisa dihindarkan melalui cara-cara mengambil jarak dengan sumber -sumber penyebab stress, atau hal-hai yang potensial menjadi stressor. Pada dasarnya tidak semua stressor dapat dijauhi, tetapi memang harus dihindarkan pemunculannya, yaitu:
• Tidak merasa dihargai.
Kurangi tuntutan untuk menerima penghargaan dari pihak lain atas apa yang sudah dilakukan.
• Tidak memiliki tujuan
Perasaan seperti ini memiliki tujuan yang potensial untuk menjadi stressor. Oleh karena itu sebelum melakukan sesuatu pikirkan dan renungkan terlebih dahulu tujuan dari sesuatu yang akan dilakukan tersebut.
• Persoalan keluarga
Persoalan yang satu ini mustahil untuk dihindarkan tetapi bisa dikurangi kuncinya adalah keterbukaan dan kesediaan untuk selalu mewujudkan itikad berdialog dalam mengatasi persoalan yang muncul
• Beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Perlukanlah dan butuhkanlah hanya hal-hal yang memang kita sanggup untuk memenuhinya, karena kebuthan yang tidak terpenuhi bisa menjadi stressor yang paling ganas
• Kurang Waktu.
Seseorang merasa selalu kekurangan waktu karena cenderung mengerjakan sesuatu secara tidak sistematis Olch karena itu kita dituntut untuk dapat mengatur waktu dan merencanakan segala sesuatu dengan cermat.
• -Kebosanan.
Situasi yang monoton dapat menimbulkan kebosanan. Hal ini dapat dikurangi dengan cara mengeluhkannya pada orang yang terdekat tanpa membebani lawan atau kawan bicara.
• Perubahan yang terlalu sering terjadi
Membuat kita dituntut untuk harus mampu beradaptasi dengan situasi mapan yang menjadi berubah. Dapat diatasi dengan meyvakini dan menerima situasi sampai taraf tertentu dengan apa adanya, sepadan dengan kenyataan. Anggap saja perubahan identik dengan membaiknva keadaan walau mungkin malah sebaliknya.
• Rasa tidak aman.
Lebih mudah diatasi jika memilih partner atau teman hidup.
• Pertentangan dengan orang lain.
Dapat dihindari atau dikurangi dengan mengembangkan taraf toleransi dan kepedulian kita terhadap hal-hal di luar diri.

BEBERAPA METODE PENANGKAL STRESS
Pola-pola penanggulangan stress di depan umumnya berdasarkan psikoanalisa teruatarna pola atau teori-teori dari Sigmund Freud. Selain itu beberapa metode penangkal stress yang ada sekarang ini masih bersifat rekreasi, misalnya: senam kebugaran, jalan santai dan sebagainya yang mengandung hiburan dan ini umumnya telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Ternyata dari pengalaman 3 negara besar, Jepang, Amerika dan Jerman, mereka mempunyai cara tersendiri yang lebih kontroversial. Misalkan dengan pertimbanganpertimbangan tertentu mungkin cara-cara berikut bisa dicoba untuk diadaptasikan dan diterapkan di Indonesia:
Di Jepang, hampir setiap perusahaan/pabrik, dilengkapi dengan ruangan khusus untuk melampiaskan kemarahan. Misalnya: seseorang buruh yang sedang marah dan tidak mungkin melakukan perlawanan karena faktor tertentu maka diruangan khusus ini mereka dapat melampiaskan kemarahan sepuas-puasnya dengan membanting piring seng, menghancurkan benda-benda yang memang sudah disediakan.
Di Amerika, beberapa perusahaan, instansi, lembaga pendidikan dan pabrik atau sejenisnya yang melibatkan banyak orang , menyediakan ruangan khusus, sejuk dan nyaman. Disanalah orang-orang bisa melepas lelah, baik- lelah fisik maupun fikir. Di sana juga orang bisa melampiaskan beban mental,
Sedangkan di Jerman, ditempat-tempat yang melibatkan banyak orang tertentu, seperti penusahaan besar atau kampus dan lembaga pendidikan lainnya, sering tersedia ruangan khusus yang lengkap dengan alat tulis dan gambar. Di ruangan itu berbagai macam cat warna, kwas, kertas dalam berbagai ukuran, disediakan untuk siapa saja yang ingin melampiaskan kemarahan. Semua orang yang masuik keruangan itu mempunyai kebebasan untuk melakukan corat-coret apapun.
Penderita psikososial tergolong mudah diobati, bahkan bisa sembuh sendiri. Hal ini berbeda dengan penderita stres yang penyebabnya organik. Kategori ini sulit disembuhkan, karena mental penderitanya lemah. Penyebab organik bisa muncul karena faktor keturunan, bawaan, atau akibat gegar otak. Pengobatannya ditekankan pada obat-obattan, dan sisanya berupa pendekatan psikoterapi.

KESIMPULAN
Masalah stress adalah masalah yang tidak akan ada habisnya untuk dibicarakan karena sama halnya dengan flu, stress dapat menyerang siapa saja dari balita sampai lansia. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat simpulkan:
1. Sumber-surnber stress itu bisa berasal dari internal/eksternal individu. Selain itu bisa juga berasal dari pengaruh lingkungan dan bencana alam yang terjadi disekelilingi individu
2. Setiap individu berbeda di dalam merespon stressor, yaitu berupa respon fisiologis, emosional, kognitif dan interpersonal.
3. Dalam PPDGJ II ada 2 faktor pencetus stress yaitu: akibat reaksi akut dan gangguan stress pasca trauma
4. Ada beberapa faktor phisik yang digunakan untuk menengahi akibat-akibat yaitu, harapan untuk kemajuan diri, daya tahan frsik, rasa humor, keseriusan versus ketidak seriusan di dalam mencapai tujuan, kemampuan memprediksi dan dukunag sosial.
5. Pola-pola yang digunakan dalam pengagulangna stress, bisa melalui pola reaksi-reaksi task-oriented dan reaksi-reaksi defense-oriented.
6 Terhadap beberapa stressor pada dasarnya harus dijauhi tetapi ada beberapa yang harus dihindarkan pemunculannya.
7. Dalam hal metode penangkal stress kita bisa mencotoh beberapa negara yang mempunyai cara-cara tersendiri di dalam menghadapi serangan stress walaupun sedikit kontroversial.




















GANGGUAN KEPRIBADIAN

A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki gaya perilaku masing-masing dan cara berhubungan dengan orang lain. Beberapa dari kita cenderung rapi, dan beberapa lainnya cenderung ceroboh. Beberapa diantara kita cenderung mencari kesendirian/terpencil dan beberapa lainnya cenderung senang untuk bersosialisasi. Beberapa orang adalah pengikut, beberapa lainnya pemimpin; dan sb. Ketika karakter kepribadian seseorang sangat tidak fleksibel (kaku) atau maladaptif sehingga membahayakan dirinya atau mengganggu kondisi sosialnya atau fungsi pekerjaannya, maka diagnosi gangguan kepribadian bisa dilakukan disini.
Gangguan kepribadian adalah adalah pola perilaku kaku yang eksesif atau cara berhubungan dengan orang lain yang secara natural menjadi gagal diri karena kekakuanya, sehingga tidak bisa menyesuaikan kondisi lingkungan. Karakter kepribadian ini biasanya terjadi pada masa kanak-kanak atau awal dewasa dan berlanjut sampai masa dewasa, menjadi sangat dalam berakar sehingga mereka sangat resisten untuk berubah. Menggunakan reminologi Psikodinamik, DSM-III-R mencatat bahwa orang dengan gangguan kepribadian cenderung untuk merasa karakter mereka sebagai ego-syntonic menjadi bagian dari dalam dirinya. Akibatnya, mereka lebih senang dibawa ke psikiater oleh orang lain daripada oleh dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang dengan gangguan mood atau anxiety cenderung memandang perilaku mereka sebagai egodistonic. Mereka tidak merasa bahwa perilakunya merupakan bagian dari dirinya, sehingga mereka akan mencari pertolongan untuk mengurangi bahaya yang disebabkan oleh mereka.

B. Gangguan Kepribadian: Ciri dan Klasifikasi
Ciri-ciri umum orang yang mengalami gangguan kepribadian, yaitu:
1. Interaksi pribadi dengan orang lain terganggu, sikap perilakunya merugikan orang lain.
2. Memandang semua kesulitan disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang lain; tidak pernah memiliki rasa bersalah.
3. Tidak memiliki rasa betanggung jawab terhadap orang lain, bersifat manipulatif atau sering mengakali, mementingkan diri, tiadak mempunyai rasa bersalah dan dan tidak mengenal rasa sesal bila mencelakakan orang lain.
4. Celakanya, tidak pernah melepaskan diri dari pola tingkah lakunya yang maladaptif.
5. Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang mereka timbulkan.
6. Merupakan gangguan terhadap nama baik; lebih berupa akibat tindakannya terhadap orang lain ketimbang penderitaan yang dirasakan oleh penderita bersangkutan.

DSM IIIR mendaftar sebelas gangguan kepribadian yang sudah didiagnosis. Gangguan itu dibagi menjadi tiga kluster:
a. Cluster A: Orang yang merasa ganjil atou eksentrik. Termasuk di dalam kluster ini adalah gangguan paranoid, schizoid dan schizotypical.
b. Cluster B: Orang yang merasa perilakunya terlalu dramatik, emosional atau erratic. Termasuk dalam group ini adalah gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionic, dan narcistik.
c. Cluster C: Orang yang sering merasa cemas dan ketakutan. Termasuk dalam kluster ini adalah: gangguan kepribadian avoidant, dependent, obsessive compulsive; dan passive-aggressive.

Selain gangguan kepribadian di atas, di sini juga akan disampaikan dua tipe gangguan kepribadian yang disusulkan oleh DSM IIIR, yang juga dikarakterkan oleh buku panduan itu sebagai "perlu studi lebih lanjut", yaitu: gangguan kepribadian sadistik dan gangguan kepribadian masochistic (masokis). Penentuan diagnosis seperti ini menggambarkan terdapatnya kontroversi yang membutuhkan bukfi lebih jauh mengenai validitasnya.

1) CLUSTER A: Gangguan Paranoid, Schizoid dan Sshizotypical.
a) Gangguan Kepribadian Paranoid.
Ciri yang gampang teridentifikasi dari gangguan kepribadian ini adalah bahwa, penderita memiliki prasangka mendalam yang mengarah pada tendensi untuk menerjemahkan perilaku orang lain seolah-olah, sengaja membahayakan atau menghina dirinya.
Ciri-ciri spesifiknya adalah: serba curiga; sensitif dan mudah tersinggung atau, curiga sehingga tidak wajar atau tidak masuk akal; hipersensitif, (over sensitif), sangat perasa; rigid; kaku dalam berfikir, berperasaan dan bertindak, sulit menyesuaikan diri, mudah iri dan sangat egois; argumentatif dalam arti suka menentang (ngeyel); suka menyalahkan orang lain dan suka menuduh orang lain jahat.

b) Gangguan Kepribadian Skizoid.
Mengisolasi dari lingkungan sosial adalah ciri utama kepribadian skizoid. Sering digambarkan sebagai penyendiri atau seorang yang eksentrik, sangat tidak tertarik pada hubungan sosial. Ia terkesan dingin, tidak akrab atau tidak ramah; tidak terampil bergaul dan suka menyendiri. Emosi dari orang skizoid bisa dikatakan tumpul atau dangkal, tetapi tidak separah schizoprenia. Orang dengan gangguan ini jarang terlihat sangat marah, senang atau sedih. Mereka jarang menunjukkan ekspresi dari emosinya dan sangat jarang terlihat bertukar senyum dengan orang lain.

c) Gangguan Kepribadian Schizotypal (Skizotipe).
Skizotipe biasanya terjadi pada awal dewasa. Gangguan ini didiagnosis terjadi pada orang yang berperilaku, sikap dan pola berpikir yang aneh dan ganjil, tetapi tidak begitu mengganggu seperti schizophrenia. Dalam DSM-II, pola perilakunya diidentifikasi sebagai simple schizophrenia. Gangguan kepribadian ini memiliki ciri perilaku, persepsi dan percaya pada hal-hal ganjil. Misalnya, mereka kadang-kadang memiliki persepsi yang aneh atau ilusi bahwa keluarganya yang sudah pernah meninggal hadir di ruangan bersamanya. Mereka kadang menjadi paranoid dipikirannya. Mereka mengembangkan ide-ide yang menjadi pola pikirnya, seperti: seringkali ia mengira orang lain membicarakan dirinya. Mereka juga percaya pada cara berpikir magis, bahwa orang lain bisa mengetahui apa yang ada dipikirannya.

2) CLUSTER B: Gangguan Kepribadian Antisosial, Borderline, Histrionic, dan Narcistik.
a) Kepribadian Anti Sosial.
Ciri kepribadian anti sosial adalah bahwa dalam perilakunya selalu melekat gangguan terhadap hak orang lain dan seringkali melanggar hukum. Mereka tidak mentaati norma sosial dan konvensi, bertindak sesuka hati, dan gagal untuk membangun komitmen interpersonal dan komitmen kerja (Hare, et. Al, 1988). Checkley (1964) menggarisbawahi bahwa orang dengan gangguan kepribadian ini cenderung menunjukkan sikap yang menawan, memiliki intelektualitas di atas rata-rata dan secara meyakinkan bisa menjadi penipu ulung. Mereka memiliki rasa kegelisahan dan rasa bersalah yang rendah, amoral dan tidak tahu malu. Karenanya orang sering menyebutnya juga dengan istilah psikopat (psychopath) atau sosiopat (sociopath). Psikopat dipakai karena tampaknya ada yang rusak pada sistem fungsional psikologisnya. Disebut sosiopat karena orang tersebut menyimpang secara sosial. Ciri-ciri detailnya adalah:
i) Sedikit sekali mempunyai rasa tanggungjawab, moralitas, perhatian pada orang lain.
ii) Perilaku yang muncul hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan pribadinya atau dirinya, selalu memperhatikan kepentingan dan kemauannya sendiri, mencari kepuasan dari keinginannya, tidak dapat menahan frustasi.
iii) Hampir tidak berperasaan dan tampaknya tidak merasa bersalah atau, menyesalinya, kendatipun perilaku-perilakunya menyakiti orang lain; sangat mudah berbohong, senang sensasi dan, bersuka ria dengan hampir tidak memperhatikan akibat yang mungkin menyakitkan dan tidak mampu mengubah perilakunya walaupun dia dihukum.
iv) Penampilan tampak menarik, cerdas, menyenangkan dan cukup lihai untuk mengelabui; orang lain, pandai bersandiwara, mampu dan ketulusan, yang dibuat-buat menyebabkan mereka mendapat pekerjaan yang baik tetapi tidak bertahan lama.
v) Keresahan dan tindakannya semau hati sehingga hutang menumpuk, meninggalkan keluarga, menghambur-hamburkan uang (perusahaan, pemerintah atau keluarga), melakukan, tindakan kriminal.
vi) Pengakuan dan penyesalannya tampak meyakinkan sehingga sering terhindar dari hukuman, tetapi tetap melakukan kesalahan yang sama.
vii) Apa yang dikatakannya tidak berkaitan dengan apa yang dirasakan dan dilakukannya.
viii) Ketiadaan rasa cinta (umum); tidak mampu merasa empati, tidak setia pada orang lain.
ix) Ketiadaan rasa bersalah (ciri yang umum); tidak merasa sesal atas tindakannya, walaupun tindakannya sangat tercela; perilakunya jarang sesuai dengan harapan masyarakat.

Manual diagnosis menyatakan bahwa dalam rangka mengaplikasikan diagnosis untuk gangguan kepribadian anti sosial, seseorang harus berusia setidaknya 18 tahun. Diagnosis alternatif untuk gangguan perilaku ini memang kadang dipergunakan untuk anak-anak, dan banyak gangguan perilaku pada masa kanak-kanak tidak kontinyu menunjukkan perilaku anti sosial ketika dewasa.
Ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kepribadian anti sosial dengan perilaku kriminal, tetapi tidak semua kriminal memiliki kepribadian anti sosial. DSM-III-R mengusulkan sebutan Perilaku Antisosial Dewasa untuk tidak seluruhnya memenuhi kriteria gangguan kepribadian antisosial.

b) Borderline Personality Disorder
Gagal untuk mengembangkan image diri, pertemanan dan mood yang stabil. Mereka tidak pasti tentang tujuan mereka, nilai-nilai, loyalitas, karir, pilihan teman, bahkan mungkin orientasi seksual mereka. Instabilitas dalam image-diri atau identitas ini membuat mereka terus-menerus merasa dalam kehampaan dan kejemuan. Borderline personality lebih dekat ke mood disorder.
Borderline dipakai karena penderita berada diantara neursism dan psychosis. Orang dengan gangguan kepribadian ini sulit diajak kerjasama dengan psikoterapi. Mereka meminta support yang sangat besar dari terapis, memanggil mereka di seluruh jamnya atau beraksi bunuh diri agar terapis menolongnya.

c) Kepribadian Histrionik.
Cirinya adalah tidak matang, emosinya labil, haus akan hal-hal yang serba menggairahkan (excitement); senang mendramatisasi diri secara berlebihan untuk mencari perhatian, penghargaan dan dukungan dari orang lain. Mereka sangat egois (self centered) dan intolerant, mereka ingin apa yang mereka inginkan ketika mereka menginginkannya. Penyesuaian seksual dan hubungan pribadinya kacau; tergantung, tak berdaya; dan mudah tertipu; egois; congkak dan sangat haus akan pengukuhan orang lain; sangat reaktif; dangkal; picik dan tidak tulus. Orang histrionik terkadang senang pada profesi semacam artist atau aktor, karena ia bisa menjadi pusat perhatian.

d) Kepribadian Narcisistik.
Cirinya adalah menilai terlalu overestimate pada dirinya. Mereka melebih-lebihkan kerja mereka dan mengharapkan orang lain memberikan penghargaan pada mereka. Orang narcistik cenderung mengidolakan sukses dan kekuasaan, cinta ideal, atau keterkenalan untuk kecerdasan dan kecantikan mereka. Narsistik, sebagaimana histrionik, mungkin tertarik pada karir dimana mereka dapat rnemperoleh perhatian, seperti model, aktor, atau politisi. Meskipun mereka cenderung melebih-lebihkan kemampuan mereka, banyak kepribadian narsisitik adalah orang yang sukses dalam pekerjaannya. Mereka terdorong untuk sukses, bukan karena kesenangan dia atas sukses tersebut, tetapi karena sanjungan yang akan datang seiring dengan kesuksesannya.

3) CLUSTER C: Perasaan Cemas dan Ketakutan
Kluster C ini meliputi gangguan kepribadian avoidant dependent, obsessive-compulsive, dan passive-aggressive.

a) Kepribadian Avoidan atau Menghindar.
Ciri-cirinya adakah sangat peka terhadap penolakan dan hinaan dari orang lain, cenderung mudah mempersepsikan olok-olok/pelecehan yang belum tentu benar; pergaulan sempit dan memang segan menjalin pergaulan; takut bergaul dengan orang lain sebab takut dikritik atau ditolak, merasa sedih karena tidak punya teman dan ketidakmampuannya bergaul tersebut menjadi sumber kesusahan dan penyebab harga dirinya rendah.

b) Kepribadian Tergantung.
Cirinya adalah sangat tergantung pada orang lain dan sangat takut sendirian; kurang percaya diri dan merasa tidak berdaya kendati sesungguhnya tidak demikian; dapat berfungsi baik sepanjang tidak dituntut melakukan sesuatu seorang diri.

c) Kepribadian Kompulsif.
Cirinya adalah memiliki perhatian yang berlebihan pada aturan-aturan, ketertiban, dan pada pekerjaan; menginginkan semua orang lain bekerja seperti mereka; tidak mampu mengungkapkan sikap dan perasaan hangat; perilakunya serba terhambat, sangat perasa namun juga sangat rajin; kepribadiannya kaku; sulit untuk bersantai, sangat memperhatikan hal-hal kecil, sulit membagi waktu.

d) Kepribadian Agresif Pasif.
Simtom ini sesungguhnya merupakan sikap bermusuhan yang diungkapkan; lewat cara-cara yang bersifat tidak langsung dan bukan lewat kekerasan. Sebagai contoh, untuk mengungkapkan kebenciannya pada majikan yang lalim, seorang pekerja sengaja senang menangguhkan atau menghambat-hambat pelaksanaan pekerjaan, bersikap keras kepala, sengaja bekerja secara tidak efisien dan sebagainya. Beberapa ciri khasnya adalah tidak suka patuh pada tuntutan orang lain; benci pada figur otoritas, tetapi takut menyatakan atau mengungkapkan (tidak asertif).

C. Gangguan Kepribadian Lain: Butuh Studi Lebih Jauh
1. Ganguan Kepribadian Sadistik
Biasanya teridentifikasi pada awal dewasa. Orang dengan gangguan ini cenderung bengis, dan sangat senang, menikmati bila orang lain menderita. Kebengisan ini bisa berupa kekerasan fisik atau secara halus. Sadistik memilih targetnya dengan sangat jeli dan strategis, sehingga korbannya tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka mengalienasi anggota keluarganya, mensubordinasikannya dengan kekerasan, tapi ia juga hormat pada orang yang dianggapnya sebagai atasan. Orang dengan gangguan ini jarang yang mencoba mencari penyembuhan. Mereka biasanya ditemui oleh psikolog atau psikiater setelah ia ditangkap oleh polisi karena kejahatan dan dipaksa untuk diperiksa.

2. Gangguan Kepribadian Self-Defeating
Orang dengan gangguan kepribadian ini memiliki pola perilaku yang cenderung murung dan merasa kalah. la biasanya terdeteksi pada awal masa dewasa. Orang yang menderita gangguan self-defeating biasanya cenderung untuk menghindari kesempatan-kesempatan untuk mencari kesenangan, seperti liburan dan interaksi sosial. Mereka menghindari atau menolak orang yang memperhatikan atau mencintainya

Selain kategori di atas, klasifikasi perilaku Abnormal dan ciri-cirinya juga dapat dihimpun dalam PPDGJ - III. Gangguan kepribadian dimuat pada nomor F60-F62 dibawah judul Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa. Klasifikasi gangguan kepribadian tersebut dengan ciri-cirinya, secara garis besar adalah sebagai berikut:

a) F60 GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS
Yaitu merupakan suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan kecenderungan Perilaku seseorang. Gangguan jenis ini tidak berkaitan langsung dengan kerusakan atau penyakit otak berat, atau gangguan jiwa lain. Ciri-cirinya adalah disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat pada fungsi afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan berfikir serta gaya berinteraksi dengan orang lain. Berlangsung dalam waktu yang lama atau tidak terbatas; bersifat pervasif (mendalam) dan maladaptif yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial; muncul pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut sampai usia dewasa; gangguannya cukup berat tetapi baru menjadi nyata setelah beberapa lama berlangsung; umumnya berkaitan secara bermakna dengan masalah-masalah dalam pekerjaan dan kinerja sosial.

b) F 60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
Cirinya adalah kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan; kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misal menolak "maaf" dari suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil; kecurigaan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang yang netral atau bersahabat sebagai sikap permusuhan atau penghinaan; perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada; preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa.

c) F 60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid
Ciri-cirinya adalah sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan; emosi dingin, afek mendatar atau tak perduli, kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau kemarahan terhadap orang lain; tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian maupun kecaman, kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain; hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri; preokupasi dengan fantasi dan instrospeksi yang berlebihan; tidak mempunyai teman dekat/akrab dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu; sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku.

d) F60.2 Gangguan Kepribadian Disosial (anti Sosial)
Cirinya adalah sikap tidak perduli dengan perasaan orang lain; sikap yang amat tidak bertanggungjawab dan berlangsung terus-menerus (persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan atau kewajiban sosial, tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindak kekerasan, tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik maaf dari pengalaman, khususnya dari hukuman, sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat konflik dengan masyarakat.

e) F 60 3 Gangguan Kepribadian Emosi Tak Stabil
Ciri-cirinya adalah terdapat kencenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensinya bersamaan dengan ketidakstabilan emosial, kurang pengendalian diri.

f) F 60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik
Ciri-cirinya adalah ekspresi emosi yang dibuat seperti sandiwara yang dibesar-besarkan; bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan, keadaan afektif yang dangkal dan labil; terus menerus mencari kegairahan, penghargaan dari orang lain dan ingin menjadi pusat perhatian; penampilan atau perilaku merangsang yang tidak memadai, terlalu perduli dengan daya tarik fisik.

g) F 60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik
Cirinya adalah perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan, preokupasi dengan hal-hal yang rinci/detail, peraturan, daftar, urutan, organisasi atau jadual, perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas, ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal, keterpakuan dan kerikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial, kaku dan keras kepala, pemaksaan yang tidak; berlasan agar orang lain mengikufi persis caranya mengerjakan sesuatu atau keengganan yang tak beralasan untuk mengjinkan orang lain mengerjakan sesuatu, mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan enggan.

h) F 60.6 Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)
Cirinya adalah perasaan teganng dan takut yang menetap dan pervasif, merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain, preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial, keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan disukai, pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik, menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.

i) F 60.7 Gangguan Kepribadian Dependen (Tergantung)
Cirinya adalah mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya, meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah daripada orang lain, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan orang lain, enggan mengajukan permintaan yang layak kepada orang lain dimana ia bergantung, perasaan tidak enak dan tidak berdaya bila sendirian, karena ketakuatan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus dirinya sendiri, preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri, terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain. Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan enggan.

j) F 60.6 Gangguan.Kepribadian Cemas (Menghindar)
Cirinya adalah perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif, merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain, preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial, keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan disukai, pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik, menghindari akfivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.

k) F 60.7 Gangguan Kepribadian Dependen (Tergantung)
Cirinya adalah mendorong atau' membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya, meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah daripada orang lain, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan orang lain, enggan mengajukan permintaan yang layak kepada orang lain dimana ia bergantung, perasaan tidak enak dan tidak berdaya bila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus dirinya sendiri, preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri, terbatasnya kernampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain.

D. F 61 Gangguan Kepribadian Campuran dan Lainnya
Kategori ini dimaksudkan untuk gangguan kepribadian dan kelainan-kelainan yang seringkali menyulitkan tetapi tidak menunjukkan pola gejala yang khas yang menjadi ciri-ciri dari gangguan pada F-60.

1. F61 .0 Gangguan Kepribadian Campuran
Dengan gambaran beberapa gangguan pada F-60, tetapi tanpa suatu kumpulan gejala yang dominan yang memungkinkan suatu diagnosis yang lebih khas.

2. F61.2 Perubahan Kepribadian Yang Bermasalah
Tidak dapat diklasifikasi pada F-60; atau F-62 dan dianggap sebagai sekunder terhadap suatu diagnosis utama berupa suatu gangguan afektif atau anxietas yang ada bersamaan.

E. F62. Perubahan Kepribadian yang Berlangsung Lama yang Ttidak Diakibatkan oleh Kerusakan atau Penyakit Otak.
Yaitu kelompok gangguan kepribaduan dan perilaku yang berkembang setelah mengalami katastrofik atau stress yang sangat berkepanjangan, atau setelah mengalami gangguan jiwa yang berat, pada penderita yang tanpa gangguan kepribadian sebelumnya. Diagnosis hanya dibuat apabila terbukti adanya perubahan yang jelas dan berlangsung lama dalam pola memandang, berinteraksi, berpikir dengan lingkungan dan dirinya sendiri. Cirinya berkaitan dengan perilaku yang menjadi luwes dan maladaptif yang mengarah pada kegagalan dalam fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan. Gangguan kepribadian ini terdiri dari empat jenis, yaitu:

1. F 62.0 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Setelah Mengalami Katastrofa
Perubahan kepribadian harus berlangsung lama dan bermanifestasi dalam gambaran perilaku yang tidak luwes dan maladaptif yang menjurus kepada disabilitas dalam hubungan interpersonal, sosial dan pekerjaan. Perubahan kepribadian ini harus dipastikan dengan keterangan dari orang-orang terdekat. Untuk menegakkan diagnosis, memantapkan adanya gambaran berikut (tidak tampak sebelumnya) adalah esensial, misalnya:
a. Sikap bermusuhan atau tidak percaya terhadap semua orang
b. Menarik diri dari kehidupan bermasyarakat
c. Perasaan hampa atau putus asa
d. Perasaan terpojok (on edge) yang kronis seperti terus-menerus merasa terancam
e. Keterasingan

Perubahan kepribadian ini harus sudah berlangsung paling sedikit 2 tahun, dan tidak berkaitan dengan gangguan kepribadian yang sebelumnya sudah ada atau dengan gangguan jiwa (kecuali gangguan stress pascatrauma). Termasuk dalam gangguan ini adalah pengalaman di suatu kamp konsentrasi, berada dalam sekapan yang berkepanjangan disertai ancaman, penyiksaan, kemungkinan untuk dibunuh.

2. F 62.1 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Setelah Menderita Gangguan Jiwa
Perubahan kepribadian yang disebabkan oleh pengalaman traumatik akibat menderita gangguan jiwa yang berat. Temuan diagnosis untuk jenis perubahan kepribadian ini harus mencakup gambaran klinis sebagai berikut:
a. Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dan sikap selalu minta dibantu
b. Tuduhan bahwa dirinya berubah atau cacat: oleh karena penyakit terdahulu
c. Pasif, minat berkurang, dan menurunnya keterlibatan dalam aktivitas rekreasi
d. Selalu mengeluh sakit, yang mungkin berhubungan dengan keluhan hipokondrik, dan perilaku sakit
e. Afek yang disforik atau labil.

3. F 62.8 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Lainnya.

E. Penyebab Gangguan Kepribadian Perspektif Teori
Secara teori ada beberapa hal penyebab gangguan kepribadian, Dibawah ini adalah teori-teori yang mempelajari gangguan kepribadian dan pendapatnya masing-masing mengenai penyebabnya.

1. Persepktif Psikodinamik
a. Hans Kohut
Menurut teori prikoanalisis, perkembangan hati nurani atau super ego seseorang, tergantung dari hubungan interaksi kasih sayang dengan orang dewasa di masa kanak-kanak. Orang yang mendapat kasih sayang dalam hubungan yang baik dengan orang dewasa pada masa kanak-kanak, di usia perkembangan selanjutnya cenderung menunjukkan perilaku sosial dan sebaliknya orang yang tidak mendapat kasih sayang orang dewasa cenderung menunjukkan perilaku anti sosial. Teori ini logis tetapi tidak sama untuk semua kasus. Artinya bahwa ada juga orang yang tidak mendapat kasih sayang orang tua di masa kanak-kanak tetapi dapat mengerti akan kepribadian sosial. Dan sebaliknya orang yang mendapatkan kasih sayang orang tua di masa kanak-kanak malah menjadi pribadi yang anti sosial.

b. Otto Kernberg
Mempelajari terutama untuk Borderline personality. Gangguan kepribadian disebabkan oleh kegagalan individu di waktu kanak-kanak untuk mengembangkan sebuah konsep tentang diri sendiri dan orang lain: Kegagalannya terletak pada kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang, mana yang buruk dan mana yang baik, sehingga yang muncul adalah semua baik atau semua buruk.

c. Margaret Mahler
Mahler mempelajari perkembangan anak pada masa kelahiran sampai pembentukan kepribadiannya. Pada usia bayi tertentu, manusia (bayi) kadangkala memiliki hubungan melekat yang simbiosis dengan ibunya. Bayi dan ibunya seolah-olah menyatu. Hingga pada usia tertentu, akan terjadi proses pemisahan-individu (separation individuality) dimana bayi mulai memisahkan dirinya dengan ibunya. Nah, masa ini merupakan masa yang sangat bergejolak bagi bayi. Pada masa ini, bayi bisa saja melakukan pemisahan secara normal dan menjadi seorang individu yang independen, atau enggan memisah sehingga menjadi pribadi yang tergantung atau dibayang-bayangi oleh ibunya. Pada masa ini pula sang ibu bisa terlena untuk tidak melepaskan si anak atau sebaliknya, justru terlalu cepat dan kuat mendorong anak ke arah independen.
2. Learning Perspective
Abnormalitas seseorang bisa disebabkan oleh proses yang disebut belajar sosial, yaitu proses belajar seseorang atas perlakuan-perlakuan sosial yang diterimanya. Misalnya, bila seseorang diberi penghargaan ketika melakukan kebaikan atau prestasi dan diberi semacam hukuman ketika berbuat jahat atau merugikan orang lain, maka orang akan tahu mana yang dianggap baik oleh lingkungan dan mana yang tidak boleh. Makin lama hal ini akan memberikan kepribadian tertentu yang normal dan independen.
Sebaliknya, ketika seseorang mendapatkan perlakuan yang, tidak konsisten. Semisal, karena lingkungannya tidak jelas atau misalnya orang tuanya temperamen; kadangkala anak berbuat baik diberi pujian, tetapi ketika orang tua tidak mood, meski anak berperilaku baik tetap dipukul. Atau bila lingkungannya tidak jelas, keras dan tidak berpola, seseorang lama-lama bisa menjadi anti sosial.
Anak yang terlalu sering dimarahi orang tua, terlalu dikontrol, ia akan tumbuh menjadi kepribadian obsessive-compulsive.

3. FAMILY PERSPECTIVE
Sekalipun tidak semua, tetapi ada dua kecenderungan umum yaitu: lingkungan keluarga yang tidak memberikan latihan disiplin atau moral, kondisinya "menguatkan" perilaku antisosial dan tindak kriminal, misalnya model/contoh orang dewasa sekitarnya yang memang berperilaku anti sosial. Tetapi juga sebaliknya bahwa anak yang berperilaku anti sosial adakalanya muncul dari keluarga yang orang tuanya terkemuka dan terhormat dalam masyarakat.

4. COGNITIVE PERSPECTIVE
Informasi-informasi yang diterima oleh sesorang akan mempengaruhi perilakunya. Apabila informasi yang masuk mendorong seseorang untuk menjadi eksentrik, aneh, dsb, tidak menutup kemungkinan ia bisa mengalami gangguan.

5. BIOLOGICAL PERSPECTIVE
a. Hereditas
Menurut Cesare Lombroso (1836-1909), seorang dokter dan kriminolog (Italia), bahwa orang-orang yang memiliki ciri-ciri tubuh tertentu cenderung menjadi penjahat. Ciri-ciri tubuh tersebut adalah jidat sempit, bentuk kepala dan dagu terkesan kasar atau keras, alis bersambung, dan daun telinga menjorok keluar.

b. Ketidakseimbangan Kromosom
Pendapat lainnya bahwa perilaku kriminal disebabkan karena kelebihan kromosom Y (kromosom laki-laki).

c. Faktor-Faktor Lainnya
Beberapa faktor lain yang digolongkan dalam kateori biologis adalah tidak dimilikinya respon emosional atas kejadian-kejadian yang menimpa, karena keterlambatan kelenjar-kelenjar tertentu menghasilkan zat; sistem saraf yang tidak berfungsi secara otomatis, perbedaan gelombang otak, dsb.

6. SOCIOCULTURAL VIEWS
Perilaku kriminal juga. dapat merupakan buah patologi sosial atau penyakit masyarakat. Misalnya keluarga yang tidak sejalan dengan norma masyarakat, kejahatan sebagai profesi, biasanya dengan pengkhusus diri pada salah satu kejahatan, mengembangkan cara kerja khusus dan menjadi sangat ahli (umum disebut gangguan kepribadian disosial). Kejahatan yang terorganisasi seperti mafia, di Amerika Serikat atau Yakusha di Jepang, kejahatan untuk memuaskan ego (thrill), yaitu tindakan tabu untuk memperoleh variasi hidup, bersifat spontan dan mencari kepuasan belaka.
Dari sudut sosio-kultural, banyak penderita psikopat berasal dari, kalangan menengah bawah. Namun juga dapat melanda siapa saja sebagai ekses dari suasana materialistik, hedonistik dan kompetitif dari masyarakat modern.

F. Terapi Gangguan Kepribadian
Menurut Supratiknya, penderita aneka jenis gangguan kepribadian ini, biasannya sulit untuk ditangani. Mereka harus dipaksa,. Usaha memberikan pertolongan biasanya lebih efektif bila dilakukan dalam lingkungan tertentu yang membatasi ruang gerak penderita, misalnya dipenjara atau pusat-pusat rehabilitasi lainnya. Penanganan di luar jarang berhasil.
Terapi yang baik adalah terapi yang diberikan berdasarkan sumber penyebab penyakit atau gangguan yang dideritanya. Untuk mengetahui ini maka pendekatan dalam analisis penyebab masalah yang telah diungkapkan di atas menjadi sangat penting. Pendekatan ini akan digunakan untuk merumuskan terapi yang akan digunakan. Dibawah ini adalah pendekatan terapi yang dianut oleh masing-masing pandangan:

1. Pendekatan Psychodinamics
Digunakan untuk menolong orang dengan gangguan kepribadian menjadi lebih sadar akan pola perilaku self-defeating mereka dan belajar lebih banyak cara-cara untuk beradaptasi dalam rangka berhubungan dengan orang lain.
Terapi ini sulit untuk tipe gangguan Border-Lines Personalities. Borderline personality terkenal sering dilaporkan oleh terapi ini sebagai orang yang sangat naik turun dalam berhubungan dengan psikolog, kadang mengidealkan kadang mengecam.
Kepribadian sociopath tidak bisa diterapi dengan cara ini, mereka tidak ingin mengubah perilaku dengan cara ini. Mereka tidak ingin mengubah perilaku. Mereka tidak percaya dengan orang lain, termasuk psikolog, sehingga sulit membuat hubungan terapi yang baik. Biasanya mereka cenderung resisten dengan terapi.

2. Pendekatan Behavioral
Terapi, ini memandang tugasnya untuk mengubah perilaku klien, daripada struktur kepribadian. Mereka tidak berfikir dalam terminologi "kepribadian klien" tetapi dalam terminologi perilaku maladaptive yang ditemukan, lantas diperbaiki dengan kemungkinan reinforcement.
Mereka mencoba untuk mengubah perilaku maladaptive menjadi adaptive behavior, dengan menggunakan teknik-teknik mengubah perilaku seperti modelling dan reinforcement.
Contoh: Psikolog akan melatih dengan menggunakan ketegasan untuk mengubah perilaku kepribadian dependent atau passive-agresive untuk menunjukkan kebutuhan dan perasaan mereka secara langsung.

3. Pendekatan Bioloqis
Kemoterapi tidak digunakan secara langsung untuk menterapi gangguan. Namun obat seperti antidepressan atai anti-kecemasan kadang digunakan untuk menterapi bahaya dari kepribadian depresi atau kecemasan yang mungkin dihadapi. Namun, obat-obatan ini walau bagaimanapun tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan gangguan kepribadian ini dalam jangka panjang, bahkan mungkin akan meningkatkan bahayanya.
Gangguan kepribadian yang disebabkan karena faktor bawaan/keturunan dan faktor biologis misalnya, kerusakan otak atau kelainan, kromosom, penanganan dan kemungkinan penyembuhannya sukar dan kecil. Sedangkan ganggaun kepribadian yang disebabkan karena faktor keluarga dan faktor sosio-kultural, ada kemungkinan untuk dapat ditangani dan sembuh tetapi tetap membutuhkan waktu yang cukup dan usaha yang serius.

G. Persoalan dalam Klasifikasi Gangguan Kepribadian
1. Reliabilitas dan Validitas yang tidak ditentukan
DSM sistem dituntut untuk melakukan perbaikan klasifikasi yang ambigu dari klasifikasi terdahulu. la diharapkan lebih spesifik memberikan penjelasan atas gangguan-gangguan. Namun demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa pihak masih mempertanyakan reliabilitas dan validitasnya.

2. Overlap antar Gangguan
Kadangkali ciri-ciri dari suatu gangguan yang menimpa seseorang, ketika didiagnosis bisa cocok dengan 1 atau lebih kategori gangguan

3. Kesulitan dalam Membuat Perbedaan Variasi Perilaku Normal Dan Perilaku Abnormal.
Untuk menggambarkan kelemahan ini akan dicontohkan demikian: "Seseorang bisa saja merasa sangat ketakutan atau kadangkala merasa cemas, namun bukan berarti otomatis ia adalah paranoid. Bisa saja itu merupakan variasi perilaku normal, meskipun misalnya, rasa takut itu sering menghinggapi seseorang.
"Banyak dari kita yang seringkali mengekpresikan marah dengan cara yang tidak langsung. Hal ini tidak otomatis kita bisa dikatakan menderita agresive pasive personalities.

3. Bias seksis
Beberapa tipe personaliti kadang merujuk pada bias seksis tertentu. Contoh, histrionik atau histerical. Tampaknya pas dilekatkan hanya pada perempuan. Contoh lain, diagnosis terhadap "macho males" (orang yang sangat laki-laki dan tidak mau dipimpin oleh bos wanita, tidak mau melihat wanita menonjol, dsb) tidak pernah ditemukan dalam gangguan kepribadian, padahal orang mungkin mengalami gangguan itu".

4. Kebingungan Label dan Penjelasannya
Kadang terjadi kebingungan antar label Contohnya:
Perilaku Roni bisa dikatakan anti sosial.
Roni memiliki kepribadian anti sosial.
Perilaku Roni merupakan perilaku yang gangguan kepribadian anti sosial, karena ia memiliki gangguan kepribadian anti sosial.

Merumuskan Gangguan Kepribadian, terutama diagnosis terhadap penderitanya bukanlah merupakan hal yang mudah. Meskipun terdapat serentetan klasifikasi, ciri khas, penyebab dan treatmen-nya, menyelesaikan persoalan gangguan kepribadian bukanlah suatu hal yang mudah. Belum lagi bila gangguan kepribadian tersebut sudah sampai pada tahap parah dan harus dirawat secara khusus. Nah disini kendala muncul berupa jumlah orang yang ahli dan bisa menangani plus fasiltias yang ada untuk menangani (dalam hal ini barangkali rumah sakit jiwa di Indonesia), jumlahnya relatif tidak memadai. Karenanya diagnosis ini menjadi relevan dan dibutuhkan untuk digunakan sebagai pedoman agar orang bisa mendeteksi dini, sehingga bisa mengupayakan terapinya sebelum parah. Karenanya, barangkali klasifikasi, ciri-ciri, diagnosis, dsb perlu disosialisasikan ke masyarakat dalam bentuk yang sederhana dan informatif agar mudah dipahami.




DAFTAR PUSTAKA


Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, dan Hilgard E.r. (1991). Pengantar Psikologi. Edisi Kedelapan, jilid 2, Jakarta: Erlangga.

Maslim, Rusdi (Editor). (1998). Buku Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa III, Jakarta.

Rathus, S.A., Jeffrey S.N., (1991). Abnormal Psychology. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Kendall, P.C., Kendall dan Constance, H. (1998). Abnormal Psychology: Understanding Human Problems. 2th ed. Boston, New York: Houghton Mifflin Company.

Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal don Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Mojo.

Ronald J.C. (1992). Abnormal Psychology. New York: WH Freeman and Company.















BAB I PENDAHULUAN

Tidur adalah suatu perilaku. Sekitar 1/3 dari aktivitas keseharian manusia dihabiskan untuk tidur. Tidur merupakan kebutuhan yang penting untuk kesehatan dan kesejahteraan. Tanpa tidur, manusia akan merasakan ketidaknyamanan dalam hidupnya. Dalann suatu studi telah di temukan bahwa seseorang yang telah kehilangan waktu untuk tidur selama 100 jam, menyebabkan suasana hidupnya dipenuhi oleh halusinasi, paranoid dan bahkan memiliki perilaku yang aneh-aneh dalam kesehariannya.
Terlebih bila kita dituntut oleh tugas keseharian kita yang membutuhkan konsentrasi yang tinggi, maka itu akan menghambat target dari perencanaan kerja yang kita miliki.
Beberapa penelitian yakin bahwa yang terbaik untuk memahami tidur adalah dengan menganggapnya sebagai perilaku yang bermanfaat yang diwarisi dari para leluhur. Menurut Webb misalnya, mengatakan bahwa tidur bisa saja tidak mempunyai sifat rnemperbaiki tetapi hanya sekedar perilaku yang mencegah binatang dari bahaya ketika tidak ada suatu yang penting untuk dilakukan.
Dari situ kita dapat membayangkan manfaat yang diperoleh leluhur kita yang primitif dan tidur yang membuat kita tercegah dari mondar- mandir di kegelapan, ketika predator tidak dapat dilihat, makan tidak ditemukan dan luka lebih sering terjadi.

BAB II
FASE-FASE DALAM TIDUR
Sebelum membahas ganguan tidur itu sendiri, para ilmuwan telah mengadakan suatu proses penelitian tetang aktivitas tidur dalam suatu LAB tidur. Laboratorium yang di dalamnya terdapat ruang-ruang kecil yang berhubungan dengan ruangan pengamat, peneliti mempersiapkan orang tidur untuk pengukuran electrofisilogik, dengan menempelkan elektrode pada kulit kepala untuk memonitor electroenchepologram (EEG), pada dagu untuk memonitor aktivitas otot yang disebut Elektromyogram (EMG), dan untuk mencatat gerakan mata ditempelkan elektrode yang di sebut electro oculogram (EOG), selain elektrode-elektrode yang lain sebagai monitor reaksi otonomik lainnya, seperfi jantung, pernafasan don konduktifitas kulit.
Dalam tidur itu sendiri, ternyata dapat diketahui terdapat empat fase. Dimana individu, ketika merasa mengantuk, maka ia segera memasuki Fase l tidur. Dapat ditunjukkan oleh aktivitas teta (3,5- 7,5 HZ) dan merupakan perpindahan dari Fase jaga ke Fase tidur.
Kira-kira, 10 menit kemudian, kita akan beranjak memasuki Fase 11 EEG pada Fase tidur ini cenderung tidak teratur dan berisi periode teta, disebut spindle tidur. Dalam Fase ini terjadi letupan antara 2-5 kali dalam 1 menit, selama Fase 1 -4 dari tidur. Spindel tidur merupakan aktivitas suatu mekanisme yang menentukan kepekaan otot pada masukan sensorik sehingga individu tetap tidur. Dalam fase ini juga terdapat apa yang disebut kompleks K, sebagai gelombang yang tiba-tiba dan tajam, tidak seperti spindle tidur, dan terjadi secara spontan yang kerap dipicu oleh suara gaduh. Pada fase II ini, tidur nyenyak telah terjadi pada individu, tetapi jika dibangunkan, akan mengatakan bahwa ia belum tidur.
Lima belas menit kemudian, kita memasuki fase III, dimana dalarn fase ini muncul gelombang delta sebanyak 20-50%. Dan pada fase IV, lebih 50% dari gelombang delta. Fase I-IV ini yang disebut tidur Non Rem (NREM). Salah satu yang poling penting diketahui dalam aktivitas tidur ini adalah dimana dalam perjalanan tidur seseorang diketahui kondisi mata yang bergerak-gerak cepat dibawah pelupuk mata. Gerakan ini dapat dllihat karena mata membentuk suatu tonjolan yang dapat dilihat gerakannya. Hal ini terjadi kira-kira 90 menit setelah dimulainya tidur, yang sebelumnya dalam keadaan tenang. Dalam catatan fisiologik EEG tiba-tiba menjadi tidak sinkron dengan gelembung-gelembung sebelumnya. Dan kondisi tubuh menjadi lumpuh dalam fase ini. Fase ini disebut fase tidur REM (rapid eye movement).
Tidur NREM dan REM terjadi selama bergantian selama 1 malam. Siklus akan terjadi 90 menit. Berisi 20-30 menit untuk fase REM. Dengan demikian untuk tidur REM akan terjadi selama 4-5 periode dalarn 8 jam. Sejauh ini, ada berbagai hipotesis mengenai fungsi tidur REM, yang dapat dirangkum dalarn empat kategori, yakni:
1 . Untuk kesiagaan
2. Belajar (konsolidasi atau pembuangan)
3. Pemrograman kembali khas species
4. Perkembangan otak
Gangguan tidur REM dalarn suatu segi eksperimen ternyata memang mengganggu proses belajar, terutama untuk tugas yang sulit. Para peneliti membuktikan bahwa belajar meningkatkan jumlah tidur REM yang dibutuhkan seseorang. Peneliti menemukan bahwa tidur REM pada anak lemah lebih sedikit dari pada anak normal, dan pada anak cerdas, tidur REM lebih banyak.

BAB III GANGGUAN TIDUR DAN TREATMENNYA
Gangguan tidur yang akan dibahas dalam hal ini adalah bentuk gangguan yang berhubungan dengan keadaan Psiskologis maupun fisiologis. Gangguan semacam ini telah menjangkiti sekitar 20% - 30% dari populasi. Ada dua macam / kategori dalam gangguan tidur tersebut, yakni:
• Dyssomnia, merupakan kondisi psikogenik dimana gangguan utamanya adalah jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional, misalnya: insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur jaga.
• Parasomnia, sebagai peristiwa episodik abnormal yang terjadi selarna tidur (pada kanak-kanak hal ini terkait terutama pada perkembangan anak, sedangkan pada dewasa terutama pengaruh psikogenik) rnisalnya: somnabolisme (sleepwalking), teror tidur (night terrors), mimpi buruk, (night mares).

Maka kedua kategori gangguan tidur diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
A. Dyssomnia
1. insomnia
Merupakan gangguan tidur yang menjangkiti kira-kira 20% dari populasi. Suatu kondisi tidur yang tidak menyenagkan dan tidak memuaskan secara kwantitas maupun kwalitas yang berlangsung untuk suatu waktu tertentu. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa Insomnia dapat berbeda-beda untuk individu yang berbeda pula jumlah tidur yang dibutuhkan oleh masing- masing individu sangat lah bervariasi. Sehingga pengertian Insomnia disini
• adalah keluhan tentang gejala yang berupa kesulitan tidur; kesulitan masuk tidur adalah keluhan yang paling umum, kemudian diikuti oleh sulit nya individu mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.
• Gangguan ini terjadi 3 kali dalam semiggu (minimal), selama minimal satu bulan.
• Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yanq berlebihan terhadap akibat malam hari dan sepanjang siang hari.
• Ketidak puasan pada kwantitas dan atau kwalitas tidur memyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

Adapaun sebab insomnia adalah sebagai berikut:
• Gangguan-gangguan biologis/fisik yang mengakibatkan nyeri, kegelisahan dan ketidaknyamanan dalarm proses tidur.
• Gangguan psikologis, yang termasuk diantaranya adalah depresi, anxietas dan obsesi-obsesi yang sering menjadi pemicu kronis Insomnia.
• Pola hidup, maksudnya adalah kebiasaan indvidu mengakhir kan waktu tidur di akhir pekan, tidur dalam ruangan yang terlalu dingin ataupun panas, exercising (latihan-latihan fisik) yang berlebihan sebelum tidur dan konsumsi cafein, alkohol, tembakau berlebihan.
• Memiliki kebiasan buruk (bad habits) dimana seseorang yang memiliki pengalaman insomnia namun tiap malam memikirkan dan mengkawatirkan gangguan tidur mereka dan hal tersebut memperparah kondisi insomnia itu sendiri.
• Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, banyak para pasien yang mengalami insomnia tersebut percaya bahwa alkohol dan obat-obatan tidur akan menolong mereka untuk tidur, namun kondisi tersebut malah menyebabkan pasien mengalami efek withdrawals, yakni gangguan tidur yang parah dimana pasien setiap malam membutuhkan dosis obat tidur yang lebih tinggi dari malam-malam sebelumnya Syndrom ini dinamakan insomnia ketergantungan, dan dapat dikategorikan sebagai gangguan fisiologis.

Beberapa pemderita mengalami bentuk Insomnin yang monorik yakni Pseudoinsomnia, dimana mereka bermimpi bahwa mereka sedang bangun. Mereka bermimpi tidak sebagai mana sebuah fantasi, namun bermimpi sedang berbaring di tepat tidur dan berusaha keras untuk jatuh tertidur. Pagi harinya ingatan mereka adalah pada insomnia dimabam Hari tersebut dan merasa lelah seakan- akan belum tidur.

Treatment:
Menentramkan penderita dan mengobati gangguan yang mendasarinya. Bila tidak terdapat gangguan yang mendasarinya maka di lakukan psikoterapi suposif di bantu dengan obat tidur bila perlu untuk mengembalikan ritme tidur penderita.

2. Narkolepsi
Narke berarti kelumpuhan dan lepsis berarti serangan merupakan gangguan Neurolgik yang dicirikan oleh tidur (atau beberapa komponen tidur) pada waktu yang tidak tepat. Simptom utama dari narkolepsi adalah serangan tidur narkoleptik dimana ada dorongan kuat untuk tidur yang dapat terjadi kapan juga, terutama pada kondisi monoton yang terjadi selama 2-5 menit, kemudian akan terjaga dan merasa segar kembali.
Simpton lain narkolepsi adalah kata fleksi (kata berarti bawah, pleksis berarti stroke). Pada serangan kata fleksi seseorang akan tiba-tiba tersungkur jatuh untuk tidur dalam beberapa detik bahkan busa beberapa menit dalam keadaan sadar serangan bisa didahului dengan emosi yang kuat atau usaha fisik yang mendadak jika seseorang dikejutkan,bercanda, kemarahan atau berusaha menangkap barang yang tiba-tiba di lemparkan bahkan ketika hendak mendislipinkan anak ataupun ketika sedang bercinta.
Apa yang sebenarnya terjadi pada saat yang tidak tepat. Hampir dapat di pastikan bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh abnormalitas otak yang menyebabkan mekanisme neural yang bertanggungjawab atas tidur NREM yang seharusnya mereka lewati tidak terjadi pada saat itu, sehingga mereka langsung memasuki Fase rem kondisi ini menunjukan bahwa pada otak penderita, mekanisme netral yang menimbulkan tidur REM tidak terkendalikan dengan baik. Gangguan ini hampir dapat dikategorikan sebagai gangguan fisiologis.
Kelumpuhan REM kadang-kadang menembus dalam waktu itu juga, tetapi pada saat-saat yang tidak membawa bahaya fisik sebelum dan sesudah tidur normal, ketika seorang dalam keadanan terbaring Simtom narkolepsi dan kataplexsi tersebut adalah gejala Hipersomnia. Narkolepsi juga dapat ditemukan di dalamnya apa yang disebut sleep paralysis, merupakan kelumpuhan tidur, dimana seorang tidak mampu bergerak sebelum atau sesudah memasuki Fase tidur. Dalam kondisi demikian seseorung dapat di bangunkan dengan disentuh atau di panggil namanya.
Namun ada kalanya dalam gejala Hipersomnia tersebut, terjadi dengan mimpinya seseorang ketika masih terbaring lumpuh dalam keadaan jaga, disertai dengan masuknya komponen mental tidur REM dalam kelumpuhan tidur tersebut, keadaan tersebut dinamakan Halusinasi Hypnagogik, sering menakutkan, karena disana ia seolah melihat teman sekamarnya berusaha membunuhnya.

3. Apnea tidur.
Bentuk lain dari Hipersomnia adalah Apnea tidur, disebabkan ketidak mampuan untuk tidur dan bernafas pada saat yang bersamaan kondisi dimana seseorang jatuh tidur dan kemudian berhenti bernafas. Selama period apnea tidur kadar CO2 dalam darah merangsang kemoreseptor (neuron yang mendeteksi adanya zat kimia tertentu) selama ± 30 detik, dan penderita akan terbangun dan gelapan bernafas. Kadar O2 dalam darah kembali normal dan penderita jatuh tertidur lagi. Dari siklus yang sama dimulai lagi. Kondisi ini dapat dikoreksi dengan operasi atau diatasi dengan memasang alat yang mendorong udara sehingga selama saluran pernapasan tetap terbuka.
Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis Hypersomnia,
1. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/sleep attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang) dan atau transisi yang memanjang dari mulai saat bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep drunkennes).
2. Gangguan tidur terjadi setiap hari lebih dari satu bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan berat dan mempengaruhi fungsi sosial dan pekerjaan.
3. Tidak ada gejala tambahan narcolepsy (catuplexy, sleep paralysis, hypnagogik halucination) atau bukti klinis untuk sleep opnea.
4. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukan gejala rasa kantuk di siang hari.

4.Gangguan jadwal tidur-jaga
Gangguan tidur ritme harian merupokan pola yang menetap dimana terdapat ketidak sesuaian antara jadwal bangun tidur umum dengan pola sirkulasi bangun tidurnya.
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk didiagnosis pasti:
• Pola tidur jaga dari individu tidak seirama (out of synchiory) dengan pola juga yang normal bagi masyrakat setempat.
• Insomnia pada waktu orang tidur dan hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga yang di alami hampir setiap hari untuk sedikitnya l bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek.
• Ketidak puasan dalam kuantitas dan kualitas maupun waktu tidur meyebabkan penderitaan yang cukup berat dengan mempengaruhi fungsi sosial dan pekerjaan.

Treatment:
Untuk Hypersomnia, bila hanya merupakan salah satu gejala dari gangguaan jiwa lain seperti gangguan efektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya Diagnosis Hipersomnio psikogenik harus di tambahkan bila hipersomnia merupakon keluhan yang dimana dari pederita gangguan jiwo yang lainnya.
Adapun diagnosis pada gangguan jadwal tidur bila terdapat adanya gejala gangguan jiwa lain seperfi anxietas, dupresi, hipomania, tidak menutup kemungkinan diagnosis gangguan jadwal tidur juga non organik, yang penting adanya dominasi gambaran klinis gangguan ini pada penderita. Apabila gejala gangguan lain cukup jelas dan menetap harus dibuat diagnosis gangguan jiwa yang spesifik secara terpisah.

B. Parasomnia.
1. Somnabulisme (sleep walking ).
Adalah suatu keadaan perubahan dari kesadaran, dimana fenomena tidur dan bangun pada saat yang sama. Dalam episode ini individu bangun dari tempat tidur, biasanya terjadi selama 1 /3 awal dari tidur malam, atau sewaktu tidur non REM fase empat (4), tidak lama sesudah tertidur, kemudian ia berjalan, memperlihatkan tingkat kesadaran, reaktivitas dan kemampuan motorik rendah. Sangat beresiko tinggi untuk terjadi kecelakaan, lebih tepat, gambaran klinis yang dapat diperoleh sbb:
• Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada 1/3 awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan (kesadaran berubah).
• Selama satu episode, individu menujukan wajah bengong (blank face), relatif tak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk komunikasi dengan penderita dan hanya dapat dibangunkan dari tidur dengan susah payah.
• Pada waktu bangun atau sadar (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi.
• Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dan episode tersebut tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.
• Tidak ada bukti gangguan mental organik, seperti dimensia atau epilepsi.


Gejala ini biasanya bermula pada sekitar usia 6 - 12 tahun, kebanyakan terjadi pada laki-laki pada usia muda. Dan sekitar 15% melanda anak-anak abnormal yang berhubungan dengan fungsi saraf memungkinkan mendasari kondisi ini, juga adanya strees yang berkepanjangan, maupun kondisi fisik yang lelah secara berlebihan.

Jenis Somnabulisme itu terdiri atas dua macam
• Somnabulisme Monodeic. Yakni semua tingkah laku subnabulistisnya selalu berelasi dengan satu ide saja, dan bentuk tingkah lakunya selalu sama.
• Somnabulisme Potydeic. Tingkah lakunya yang somnabulistis itu selalu berbeda pada waktu yang berlainan.

Bentuk lain dari parasomnia adalah sleeptalking (somniloquy) kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak dan orang deawas. Di mana individu berbicara dalam kondisi tidur. Dalam bicaranya biasanya hanya membutuhkan sedikit kata-kata saja. Bahkan apa yang dikatakan biasanya tidak berhubungan dengan mimpi yang dialami selama tidur, episode ini terkadang menyertai teror malam dan somnabulisme.

2. Sleep Teror Disorder (pavor nocturnus)
Teror tidur atau teror malam adalah episode di malam hari yang ditandai oleh rasa tercekam dan panik yang hebat dengan cetusan teriakan, mobilitas dan pelepasan otonomik yang hebat. Gambaran khnis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
• Gejala utamanya adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan berteriak karena panik, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, pupil melebar dan berkeringat.
• Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 – 10 menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam.
• Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaann teror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah bangunya biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang.
• Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas pada satu atau dua bayangan yang terpilah-pilah).
• Tidak ada bukti gangguan mental organik.

Teror tidur dan sumnabulisme sangat erat hubunganya, fakfor genetik, perkembangan organik dan psikologis. Semua memainkan peran untuk terjadinya keadaan ini. Atas dasar kesamaan klinis dan patosiologis ini maka keduanya dianggap satu kesatuan yang sama. Sebagaimana somnabulisme, teror tidur ini kerap terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-4% clan populasi anak mengalami keadaan ini terutama pada anak laki-laki. Dapat terpicu karena stress pada anak.

3. Nightmare (mimpi buruk)
Nightmare disorder atau drean) anxienty disorder, adalah suatu keadaan dimana seseorang dilanda mimpi, menakutkan dan berjalan dengan jangka waktu yang lama, yang terjadi pada episode tidur REM. Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
• Bangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan dan harga diri. Terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah pada paruh kedua masa tidur.
• Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu harus sadar penuh dan mampu mengenal lingkungannya.
• Pengalaman mimpi itu dan akibat tidur yang terganggu menyebabkan penderitaan berat bagi individu.

Sangat penting untuk membedakan dari teror tidur, dengan memperhatikan gambaran klinis yang khas untuk masing-masing gangguan. Dalam mimpi buruk dapat terjadi setiap saat di suatu malam dan mudah untuk di bangunkan dengan kondisi orientasi yang baik dengan sangat terinci serta gamblang untuk mengingat kejadiannya. Sedang pada teror tidur tidak ada ingatan terinci mimpi itu baik segera sesudah episode atau saat terbangun keesokan harinya, dan mengalami dan gerakan perseveratif untuk beberapa menit.
Pada anak, keadaan demikian sering terjadi, namun tidak termasuk kategori gangguan psikologis, sebab mimpi buruk pada masa anak biasanya berkaitan dengan fase yang khas dari perkembangan emosionil. Sebaliknya pada orang dewasa kondisi inilah adalah bentuk gangguan psikologis dan biasanya dalam bentuk gangguan kepribadian.
Di sisi lain, penggunaan psikotropika tertentu ternyata sering dapat menyebabkan terjadinya mimpi buruk. Selain itu penghentian mendadak dan obat-obatan yang sangat menekan tidur REM seperti Hipnoptika non benzodia zepin dapat menjurus pada peningkatnn mimpi. Dan dapat didiagnosis sebagai gangguan fisiologis.

Treatment
Adapun treatment yangdapat dilakukan pada gangguan tidur dalam kategori parosomnia adalah sebagai berikut:
Dalam nightmare, terapi yang dilakukan, bila nightmare terjadi karena dipicu oleh kondisi stres, adalah terapi yang bersifat Dsycotheropi yang kadang kala dapat dibantu dengan oleh obat-obatan ringan, untuk gangguan yang bersifat sosiologis.
Pada kasus Somnabulisme darn teror tidur, dapat digunakan terapi hipnosa lalu mengitergrasikan pengalaman tersebut dengan kepribadian itu lagi. Namun bila melihat fenomena teror tidur dan Sumnabulisme dapat berhenti ketika anak bertambah usianya, maka sebagian besar individu di tekankan untuk tidak memberikan pengobatan medis/tidak memberikan perlakuan sama sekali. Mereka yang beranggapan demikian karena merasa tidak ada bukti bahwa pada kedua gangguan tersebut tidak ada hubungannya dengan mental atau masalah kepribadian anak. Namun, bila terpicu oleh kondisi stres pada anak (kebanyakan) maka terapi yang terbaik adalah pendekatan yang dilakukan oleh lingkungan keluarganya

BAB IV PENUTUP
Tidak diragukan lagi bahwa Tidur mempunyai manfaat dan berdampak negatif bagi individu yang mengalami ketidak puasan di dalamnya baik dari segi kuantias maupun kualitas. Kenyataan waktu tidur bervariasi sejalan dengan faktor lingkungan. Fenomena tidur dan gangguan tidur sebagai mana pembahasan yang ada telah menjadi topik yang populer pada dekade akhir saat ini. Bagaimana juga tidur adalah komponen yang krusial eksistensinya, sehinggga penting untuk di pahami mekanismenya.
Satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa makin bertambah usia seseorang makin sedikit jumlah jam tidur yang butuhkan, sehingga bila keadaan tersebut dijumpai, maka hal itu adalah keadaan yang normal bukan insomnia kenyataan ini adalah gambaran bahwa untuk mengategorikan kondisi individu penderita insomnia adalah tergantung pada mekanisme yang terjadipada individu tersebut dalam pola hidupnya, maupun tingkat usianya selain faktor fisiologis dan psikologis.

DAFTAR PUSTAKA
Budi Andayani, 1997, Psikologi Faal, Yogyakarta, Fak. Psikologi. UGM.
Kaplan-Harold I, 1991, Synopsis of psychicrtry Behavior Sciences Clinical Psychiatry, USA, Williams & Wilkins.
Kartini Kartono, Dr., 1989, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Mandar Mojo, Bandung
Ronald J Corner, 1992, Abnormal Psychology, W.H. Freeman and Co., New York.
Rusdi Muslim (Editor), 1993, Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakart

1 komentar: